Persatuan Islam (Persis) sejak pertama berdiri tahun 1923 bukan organisasi politik atau berorientasi pada politik. Persis lahir sebagai organisasi yang berientasi pada pemikiran keislaman. Tokoh Persis A. Hassan tampil sebagai tokoh paling sentral yang memberikan identitas pemikiran kaum modernis di Indonesia setelah berbagai aktivitasnya bersama Persis menerbitkan majalah kajian Islam, menulis buku-buku Islam, berbedat, hingga mendirikan pesantren di Bandung dan Bangil. Kendati demikian, karena politik bersifat omni-present (ada di mana-mana) dan tidak bisa dihindari oleh siapa pun, maka dengan sendirinya Persis mau tidak mau harus terlibat–atau palingtidak bersentuhan–dengan dunia ini.
Bagaimana pemikiran dan tindakan Persis dalam menghadapi dinamika politik di Indonesia sejak zaman Kolonial, Revolusi Kemerdekaan, Orde Lama, hingga Orde Baru? Buku ini berusaha untuk menyajikan jawabannya secara ilmiah dan mendalam, karena buku ini memang hasil penelitian dan riset akademik di Departemen Sejarah Universitas Indonesia oleh kedua penulisnya. Walaupun hasil penelitian ilmiah, kepiawaian penulisnya telah berhasil menyajikan buku ini dengan bahasa yang lugas, mengalir, dan mudah dipahami pembaca.
Para pembaca akan disuguhi dengan berbagai model dan pola ijtihad politik kolektif dari sekelompok umat Islam dalam rangka mempertahankan ajaran Islam dalam dinamika kekuasaan yang tidak selalu berpihak pada Islam dan umat islam.